Dasar hukum restorative justice pada perkara tindak pidana ringan termuat dalam beberapa peraturan berikut ini:

1. Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

2. Pasal 205 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP)

3. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP

4. Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 131/KMA/SKB/X/2012, Nomor M.HH-07.HM.03.02 Tahun 2012, Nomor KEP-06/E/EJP/10/2012, Nomor B/39/X/2012 tanggal 17 Oktober 2012 tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat Serta Penerapan Restorative Justice

Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan umum Nomor 301 Tahun 2015 tentang Penyelesaian Tindak Pidana Ringan

5. Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif

6. Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif

7. Perkara pidana yang dapat diselesaikan dengan restorative justice adalah pada perkara tindak pidana ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 483 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam hal ini hukum yang diberikan adalah pidana penjara paling lama 3 bulan atau denda Rp 2,5 juta.

Selain pada perkara tindak pidana ringan, penyelesaian dengan restorative justice juga dapat diterapkan pada perkara pidana berikut ini:

Tindak Pidana Anak

Tindak Pidana Perempuan yang berhadapan dengan hukum

Tindak Pidana Narkotika

Tindak Pidana Informasi dan transaksi elektronik

Tindak Pidana Lalu Lintas

Syarat Pelaksanaan Restorative Justice

Syarat pelaksanaan restorative justice adalah termuat dalam Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif.

Melansir situs Kompolnas, penanganan tindak pidana dengan restorative justice harus memenuhi persyaratan umum dan khusus.

Persyaratan umum berlaku pada kegiatan penyelenggaraan fungsi reserse kriminal, penyelidikan, atau penyidikan.

Sedangkan persyaratan khusus hanya berlaku untuk tindak pidana berdasarkan restorative justice pada kegiatan penyelidikan atau penyidikan.

Berikut ini persyaratan umum pelaksanaan restorative justice secara materiil, meliputi:

Tidak menimbulkan keresahan dan/atau penolakan dari masyarakat

Tidak berdampak konflik sosial

Tidak berpotensi memecah belah bangsa

Tidak radikalisme dan separatisme

Bukan pelaku pengulangan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan

Bukan tindak pidana terorisme, tindak pidana terhadap keamanan negara, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana terhadap nyawa orang.

Sedangkan persyaratan umum pelaksanaan restorative justice secara formil, meliputi:

Perdamaian dari dua belah pihak yang dibuktikan dengan kesepakatan perdamaian dan ditanda tangani oleh para pihak, kecuali untuk tindak pidana Narkotika

Pemenuhan hak-hak korban dan tanggung jawab pelaku, berupa pengembalian barang, mengganti kerugian, mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan/atau mengganti kerusakan yang ditimbulkan akibat tindak pidana. Dibuktikan dengan surat pernyataan sesuai dengan kesepakatan yang ditandatangani oleh pihak korban (kecuali untuk tindak pidana Narkotika).

Adapun persyaratan khusus dalam penanganan tindak pidana berdasarkan restorative justice merupakan persyaratan tambahan untuk tindak pidana lainnya.

Lebih baru Lebih lama