DPRD Pinrang,--- Pansus “A” DPRD Kabupaten Pinrang membahas Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pinrang Tahun 2022 – 2041.

Setelah melakukan pembahasan beberapa kali bersama OPD terkait terhadap Ranperda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pinrang Tahun 2022 – 2041, pada Tanggal 19 Oktober lalu, Pansus A DPRD Pinrang bersama OPD terkait yakni Bappelitbanda, PUPR dan Bagian Hukum Setda Pinrang melakukan study banding di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Penataan Ruang ( PU BM PR) Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur.

Rombongan Pansus A dikoordinir Wakil Ketua DPRD Pinrang, Ahmad Jaya Baramuli didampingi Ketua Pansus A, H.A.Muhammad Ramdhani dan Anggota Pansus A lainnya.

Pansus A, diterima oleh Sekretaris Dinas PU BM PR Bojonegoro, Chusaifi Ivan R, ST.,MM, didampingi Kabid Tata Ruang dan Jasa Konstruksi, Taufik Isnanto, ST.,MM.

Dalam kata pengantarnya, Wakil Ketua DPRD Pinrang, Ahmad Jaya Baramuli mengungkapkan, Perda RTRW ini merupakan hal yang sangat penting bagi Kabupaten Pinrang dan sejak 2 tahun lalu Perda ini selalu dibicarakan, barulah tahun ini memasuki tahap pembahasan. Mudah mudahan kunjungan Pansus A DPRD Pinrang ke Bojonegoro ini bisa menambah wawasan dan memperkaya khazanah dalam pembahasan Ranperda RTRW ini.

Sementara itu, Sekretaris Dinas PU BM PR Kabupaten Bojonegoro, Chusaifi Ivan R, ST.,MM menjelaskan, luas wilayah Kabupaten Bojonegoro sekitar 231.125 hektar, terdiri dari 28 kecamatan dan 430 desa/kelurahan. Jumlah penduduknya kurang lebih 1,4 juta jiwa dengan jumlah APBD pada tahun 2022 ini sebesar 6,7 trilliun rupiah. Tingginya APBD ini disebabkan karena salah satu kecamatan di Kabupaten Bojonegoro merupakan penghasil migas yang cukup besar di Jawa Timur. Sektor migas ini juga sangat menopang kesejahteraan masyarakat Bojonegoro.

Lanjut Chusaifi, “pada tahun 2019 lalu kami melakukan peninjauan kembali terhadap Perda Nomor 26 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Bojonegoro Tahun 2011 – 2031 dan baru ditetapkan menjadi Perda pada Tanggal  29 April 2021.

Ada beberapa hal, kata Chusaifi, yang menjadi alasan mengapa Perda RTRW tersebut ditinjau kembali. Selain amanah PP Nomor 21 Tahun 2021 yang memerintahkan peninjauan kembali setiap 5 (lima) tahun sekali, juga karena adanya penambahan jumlah kecamatan dari 27 menjadi 28 kecamatan. Selain itu, adanya perubahan batas daerah dengan Kabupaten Tuban dan Kabupaten Lamongan, adanya PSN Walung Gonseng dan unitisasi lapangan gas Jambaran Tiung Biru.

“Dalam Perda RTRW kami, ditetapkan kawasan hutan sebesar 40 persen dari luas wilayah, selain itu, ada juga kawasan lahan sawah berkelanjutan yang merupakan lahan sawah yang dilindungi seluas 43 ribu hektar. Walaupun, setelah kami menetapkan Perda ini kemudian muncul SK dari Kementerian yang memerintahkan kami menetapkan lahan sawah yang dilindungi seluas 90 ribu hektar, sehingga kami meminta untuk melakukan kajian sebelum menetapkan lahan, sebagaimana yang diperintahkan oleh SK kementerian tersebut. Kami juga punya kawasan industri akan tetapi masih tersebar, belum terpusat. Untuk industri kecil dan menengah masih diperbolehkan di kawasan pemukiman. Kami juga ada kawasan tadah air. Selain itu, karena daerah kami dilewati oleh Sungai Bengawan Solo yang kerap kali meluap dan menyebabkan banjir sehingga kami berlakukan aturan tidak boleh ada bangunan baru di kawasan Sungai Bengawan Solo. Setelah Perda ini ditetapkan kami lakukan sosialisasi ke masyarakat sampai di tingkat kecamatan, desa dan kelurahan. Selain itu, kami juga menyusun aplikasi yang berisi titik koordinat, jadi jika ada masyarakat yang mengurus perizinan, dengan aplikasi tersebut masyarakat bisa mengetahui lokasinya masuk kawasan apa dan bisa untuk apa saja”, terang Chusaifi. (Th)


Lebih baru Lebih lama